Hangat Sirup Jahe Hidupkan Masyarakat Desa Trayu, Kabupaten Semarang
Desa Trayu merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Sumuwono, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini membawahi empat dusun diantaranya Dusun Trayu, Wonosari, Gelaran dan Kalitumpang. desa ini terdiri atas 8 rukun tetangga (RT) dan 4 rukun warga (RW). Topografi wilayah desa yang berupa perbukitan karena terletak di lereng Gunung Ungaran dengan suhu harian rata-rata mencapai 21° Celcius membuat desa Trayu sangat mendukung untuk melaksanakan kegiatan pertanian dengan komoditas unggulan seperti sayuran dan kopi.
Letak Desa Trayu bersebelahan dengan Desa Piyanggang di sebelah utara, Desa Pledokan di sebelah Barat, Desa Kemitir di sebelah Barat Daya dan Candigaron di sebelah Timur. Selain di untungkan kondisi wilayah yang subur, desa Trayu juga terletak di wilayah yang strategis karena berada dekat dengan jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Temanggung dengan Kabupaten Semarang, sehingga memudahkan aksesibilitas masyarakat untuk mengakses segala kebutuhannya. Jumlah Penduduk Desa Trayu pada sampai saat ini mencapai 1008 Jiwa yang terdiri dari berbagai latar belakang pekerjaan. Rata-rata masyarakat desa Trayu berprofesi sebagai petani. Dengan pendapatan per hari yang tidak menentu, membuat masyarakat berpenghasilan rendah kesulitan untuk mengakses kebutuhan hidup sehari-hari. maka agar dapat terbebas dari kemiskinan salah satu langkah yang dapat di lakukan adalah dengan program pemberdayaan.
Desa Trayu merupakan desa yang separuh penduduknya menanam jahe dan aren (gula jawa). Jahe dan aren merupakan bahan baku pembuataan sirup jahe. Oleh karena itu, pemberdayaan yang dilakukan di Desa Trayu adalah pembuatan sirup jahe sehingga bahan baku bisa langsung didapat di desa tersebut. Sirup jahe berasal dari jahe putih kecil (jahe emprit) yang dipanen tua. Jahe merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah Indonesia. Volume permintaannya terus meningkat seiring dengan permintaan produk jahe dunia serta makin berkembangnya industri makanan dan minuman di dalam negeri yang menggunakan bahan baku jahe. Permintaan jahe mengalami peningkatan setiap tahun. Kondisi ini di Indonesia, direspon dengan makin berkembangnya areal penanaman dan munculnya berbagai produk jahe.
Saat ini sudah ada tiga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sirup jahe di desa Trayu yaitu Kelompok Dewi Sri, Sidomakmur, dan Putri Gunung. UMKM Dewi Sri terdiri dari delapan orang, UMKM Sidomakmur terdiri dari empat belas orang, dan UMKM Putri Gunung terdiri dari enam belas orang.
Setiap UMKM sirup jahe mempunyai komposisi bahan baku sama, yang membedakan hanyalah pada rempah- rempah tambahan. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan sirup jahe antara lain jahe emprit, aren (gula jawa), gula pasir, air, dan rempah- rempah lain. Dalam pembuatan 150 botol sirup jahe diperlukan setidaknya jahe emprit sebanyak 15 kg, gula jawa sebanyak 15 kg, gula pasir sebanyak 50 kg, dan 60 gelas air. Cara pembuatan sirup jahe adalah sebagai berikut :
1. Jahe dikumpulkan dalam satu wadah keranjang kemudian dibersihkan
sampai kulitnya mengelupas.
2. Giling jahe sampai halus dengan menggunakan alat.
3. Nyalakan api, campurkan semua bahan dalam wadah.
4. Rebus semua bahan sampai berwarna pekat.
5. Setelah semua bahan matang, matikan api lalu tunggu sampai dingin dan endapkan selama
kurang lebih enam jam.
6. Ambil cairan yang berada diatas endapan kemudian saring agar
kotoran dan sisa gula bisa terbuang.
7. Masukkan dalam botol,
tutup, kemudian tempelkan logo. Kelompok tidak memproduksi Sirup Jahe setiap hari melainkan hanya berdasarkan pesanan yang di terima. dalam jangka waktu satu hari, KBU dapat memproduksi maksimal 150 botol. Jumlah pesanan terbanyak yaitu pada saat perayaan hari besar seperti Natal dan Lebaran, kelompok ini bisa memproduksi setiap hari tanpa henti. Harga sirup jahe di patok sebesar 16.000 rupiah dan menambah 1000 rupiah jika ingin di kirim. Meskipun di buat tanpa bahan pengawet asalkan di simpan dengan baik yaitu di tempat yang sejuk dan tertutup rapat maka produk dapat bertahan hingga 6 bulan lamanya.
Untuk pemasaran sendiri biasanya produk sirup jahe Desa Trayu dijual di Pasar Jimbaran Sumowono atau dijemput oleh pelanggan langsung. Pengiriman juga sudah menjalar sampe ke luar kota, mulai dari Kota Semarang, Kota Magelang, Kabupaten Pati, Yogyakarta, hingga Ibu Kota Jakarta. Pemesanan bisa dilakukan melalui WhatsApp, SMS, atau telepon.
Setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat
pasti akan menghadapi berbagai permasalahan yang harus terus diperbaiki untuk
mencapai kondisi/keadaan pemberdayaan yang lebih baik. Berbagai permasalahan
banyak muncul pada kelompok atau kegiatan pemberdayaan yang umurnya tergolong
masih muda atau baru terbentuk tetapi tidak sedikit juga pemberdayaan yang
sudah lama berjalan masih memiliki beberapa permasalahan atau kendala seperti
yang dialami oleh kelompok-kelompok UMKM Sirup Jahe yang ada di Desa Trayu,
Sumowono, Kabupaten Semarang.
Kelompok pemberdayaan sirup jahe yang ada di Desa
Trayu yaitu kelompok Dewi Sri, Sido Makmur dan Putri Gunung yang semuanya
memiliki permasalahan yang hampir sama dan sampai sekarang masih dihadapi.
Permasalahan pertama yang dihadapi adalah masalah bahan baku pembuatan sirup
jahe yang pada waktu tertentu sulit didapat atau ketersediannya sedikit.
Sebetulnya untuk bahan baku utama yaitu jahe emprit tersedia melimpah di Desa
Trayu, banyak masyarakat yang menanam dikebun mereka, namun kondisi berbeda
ketika memasuki musim kemarau dimana tanaman jahe lebih sulit untuk tumbuh
disebabkan karena tanah yang kering, dalam kondisi ini bahan baku jahe yang
tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi sirup jahe apalagi
ketika momen tertentu seperti hari raya idul fitri dimana pesanan sirup jahen
sangat tinggi, untuk menyiasati masalah tersebut kelompok pemberdayaan sirup
jahe membeli bahan baku dari Pasar Sumowono. Bahan baku tidak hanya bermasalah
pada ketersediannya saja tetapi harga jahe emprit yang fluktuatif juga
dikeluhkan oleh kelompok, harga normal jahe Rp 15.000 – 16.000 tapi ketika
sedang mahal harga jahe bisa mencapai Rp 40.000, tentu ini akan memperbesar
biaya produksi, sedangkan kelompok tidak berani untuk meningkatkan harga jual
sirup jahe, untungnya menurut keterangan narasumber ketika harga jahe sedang
naik diimbangi dengan harga bahan baku lain seperti gula aren yang mengalami
penurunan.
Permasalahan kedua adalah pemasaran
sirup jahe yang belum maksimal, selama ini penjualan sirup jahe Desa Trayu masih terbatas kepada orang-orang
sekitar ataupun yang selama ini menjadi langganan tetap kelompok. Pembeli sirup
jahe Desa Trayu lebih banyak berasal dari daerah sekitar suwono, padahal produk
sirup jahe tersebut sangat potensial untuk dipasarkan lebih jauh lagi, cita
rasa yang khas dan khasiat yang ada di dalamnya tentu menjadi nilai jual untuk
menarik para pembeli. Keterbatasan sumberdaya, pengetahuan dan akses (
infrastruktur dan teknologi) menjadi masalah utama pemasaran produk sirup jahe
Desa Trayu, belum ada pemasaran melalui media sosial seperti instagram dan
website dikarenakan kemampuan anggota kelompok dalam menggunakan teknologi
tersebut masih minim, padahal peluang bisnis melalui online sangat potensian dan
sedang tren pada saat ini. Selain pemasaran, kelompok pemberdayaan sirup jahe
juga mengalami kendala dalam hal teknis produksi yaitu pengemasan sirup. Selama
ini pengemasan sirup jahe menggunakan botol kaca yang dipesan langsung dari
Magelang, namun penggunaan botol kaca memiliki beberapa resiko diantaranya
adalah bobot yang relatif lebih berat dibandingkan jenis bahan botol lain
seperti botol plastik atau melamin, hal ini akan menimbulkan masalah saat
pengiriman barang apalagi selama ini pengiriman barang lebih sering dilakukan
menggunakan sepeda motor, termasuk ketika pengiriman dilakukan melalui jasa
pengiriman barang yang akan memakan biaya lebih besar karena bobot yang berat,
botol kaca juga beresiko pecah ketika proses pengiriman, bisa karena gocangan
ataupun terjatuh. Kelompok pembuat sirup jahe sudah lama berkeinginan untuk
mengganti kemasan sirup jahe menggunakan botol plastik agar lebih aman dan
efisien, namun karena keterbatasan pengetahuan mereka masih kebingungan dimana
mencari pemasok botol tersebut, termasuk cara mengaplikasikannya, mengukur
tingkat ketahanan botol dan tingkat kesehatannya (higienis).
Permasalahan selanjutnya adalah
manajemen organisasi kelompok yang masih belum terlalu baik, yang paling sering
di hadapi adalah kondisi perbedaan pendapat antar anggota kelompok yang bisa
menimbulkan masalah di dalam tubuh organisasi, sehingga menghambat kelompok
untuk memunculkan inovasi- inovasi baru, contohnya saja ketika kelompok
membutuhkan modal lebih untuk meningkatkan jumlah produksi sirup jahe kemudian
ada yang mengusulkan untuk meminjam dari bank, tetapi karena penolakan dari
anggota kelompok karena menganggap akan membebani kelompok sehingga niatan tersebut
sulit terlaksana, hal itu kembali terjadi karena minimnya pengetahuan dan
pelatihan mengenai bisnis terutama permodalan melalui swasta. Pelatihan memang
sangat penting bagi kelompok pemberdayaan sirup jahe untuk menambah pengetahuan
dan cara pandang yang lebih luas terhadap dinamika bisnis, namun selama ini
sangat jarang pelatihan yang diterima oleh para anggota kelompok, minimnya
dukungan dari pemerintah setempat termasuk pemerintah desa untuk mengadakan
pelatihan bagi kelompok-kelompok yang ada semakin memperburuk keadaan termasuk
pendampingan dari pemerintah yang semakin hari semakin jarang bahkan tidak ada.
Hal ini juga berkorelasi terhadap ketidakmampuan kelompok untuk memanfaatkan
limbah produksi sirup jahe, seperti endapan dari sirup jahe dan ampas dari sisa
perasan jahe. Ampas perasan jahe bisa dimanfaatkan untuk disuling menjadi
minyak urut yang dapat menambah penghasilan kelompok daripada dibuang begitu
saja tanpa memiliki nilai jual bahkan bisa menjadi sampah yang dapat mencemari
lingkungan.
Permasalahan yang terakhir adalah
masalah permodalan yang dirasa masih kurang. Selama ini bantuan permodalan oleh
pemerintah hanya diawal bedirinya kelompok dengan bantuan sebesar 10 juta yang
digunakan untuk membeli alat-alat produksi, sampai sekarang tidak ada lagi
bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah desa ataupun pemerintah daerah,
praktis kelompok hanya mengandalkan modal dari iuran pribadi dan laba dari
penjualan sirup jahe. Kondisi ini tentu akan menghambat perputaran uang karena
apabila sirup jahe belum habis terjual, kelompok usaha sirup jahe tidak bisa
melakukan produksi sirup, hal ini tentu harus menjadi perhatian pemerintah
untuk membantu dalam hal permodalan agar usaha sirup jahe kelompok pemberdayaan
Desa Trayu bisa memproduksi sirup jahe lebih banyak lagi dan semakin memajukan
usaha tersebut yang muaranya semakin meningkatkan kesejahteraan anggota dan
masyarakat.
Pada dasarnya Desa Trayu ini menyimpan potensi sumberdaya jahe
emprit yang besar. Sungguh sayang jika potensi tersebut tidak dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat yang ada disana.
Untuk dapat memaksimalkan potensi tersebut maka seharusnya Pemda setempat dapat
untuk tetap memantau dan memberikan perhatian kepada kelompok atau usaha Sirup
Jahe ini diantaranya dengan cara memberikan alternatif pasokan jahe emprit dari
daerah lain saat musim-musim kemarau, memberikan pelatihan dan pendampingan yang
memang sangat penting bagi kelompok pemberdayaan sirup jahe untuk menambah
pengetahuan dan cara pandang yang lebih luas terhadap dinamika bisnis,
mempermudah kelompok usaha dalam memperoleh jaminan pinjaman modal, dan membuka
lahan pemasaran bagi produk sirup jahe ini lewat promosi melalui media sosial
dan diangkat dalam setiap agenda pariwisata atau promosi Kabupaten Semarang
No comments: